Saat
ini ada kecendrungan bahwa masyarakat perkotaan lebih banyak menderita
hipertensi dibandingkan dengan rakyat pedesaan. Hal ini dipengaruhi gaya hidup
masyarakat kota seperti sedikitnya aktivitas tubuh, stres, konsumsi garam
berlebih, obesitas, kurang olahraga, merokok, alkohol dan makanan yang tidak
sehat.
Angka
kejadian hipertensi di dunia cukuplah tinggi. Menurut hasil Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007 saja, jumlah keseluruhan kasus hipertensi di
Indonesia mencapai 31,7 % dari populasi penduduk yang berusia 18 tahun ke atas.
Sementara 60% dari persentase tersebut berujung stroke, gangguan jantung, gagal
ginjal dan kebutaan.
Seseorang
dikatakan menderita hipertensi ketika terjadinya peningkatan tekanan ke atas
pembuluh darah arteri akibat tekanan jantung (sistolik) dan atau tekanan saat
jantung beristirahat diantara pompaan (diastolik) yang tidak normal. Umumnya dikatakan
hipertensi jika tekanan sistolik melebihi 160/mmHg dan tekanan diastolik melebih
95 mmHg serta terjadi terus menerus.
Hipertensi
bukanlah penyakit, melainkan tanda dan gejala saja. Artinya ada masalah
kesehatan yang belum ditemukan dalam diri pasien yang menyebabkan kerja jantung
menjadi terganggu, misalnya ginjalnya bermasalah, jantung atau pembuluh
darahnya mengalami pengapuran atau bahkan ada masalah psikologis yang belum
tuntas sehingga itu semua menyebabkan meningkatnya frekuensi sistole dan
diastole.
Secara
medis hipertensi dibagi atas hipertensi primer dn sekunder. 90% kasus
hipertensi adalah jenis primer, yang mana belum diketahui penyebabnya dengan
jelas secara medis. Sementara sisanya, yaitu hipertensi sekunder yang terjadi
akibat ginjal yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya dan terganggunya
keseimbangan hormon yang mengatur tekanan darah.
Adapun
gejala umum hipertensi dapat meliputi sakit kepala, rasa pegal dan tidak nyaman
pada tengkuk, perasaan berputar seperti akan terjatuh, berdebar-debar, nadi
terasa cepat dan telinga berdenging. Akibat kompleksitas permasalahan
hipertensi ini, apabila tidak dilakukan pengobatan secara tuntas dapat
menimbulkan stroke, jantung koroner, gagal ginjal dan lainnya.
Pada
teorinya, beberapa kondisi tertentu dapat menunjukkan bagaimana terjadinya
proses yang membawa sesorang menjadi penderita hipertensi dan mengalami
permasalahan pada pembuluh darah lainnya. Misalnya, apabila di dalam tubuh
terbentuk oksigen reaktif yang kemudian merubah lipid menjadi lipid proksida
setelah bereaksi dengan radikal bebas, maka akibatnya adalah percepatan proses
penuaan, termasuk di dinding pembuluh darah. Selain itu oksigen reaktif dapat
meningkatkan kadar LDL (low density lipoprotein) yang kemudian menjadi penyebab
penimbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah. Dampak dari penimbunan
kolesterol tersebut adalah terjadinya artherosklerosis atau lebih dikenal
dengan penyakit jantung koroner.
Kemudian
akibat proses kerusakan dinding pembuluh darah, dinding terdalam pada pembuluh
darah mengalami pengerasan yang diikuti oleh penumpukan kolagen dan kalsium,
sehingga dinding arteri menjadi kaku. Akibat arteri tidak elastis dan fleksibel,
maka beban jantung meningkat. Kemudian apabila terjadi stress emosional dapat
semakin memperparah keadaan, karena dapat meningkatnya kadar kolesterol dan
trombosit, memperpendek waktu pembekuan darah serta terjadinya tekanan darah
yang tinggi secara menetap.
Pada
penderita hipertensi juga seringkali ditemukan darah rusak yang berupa darah
merah pekat dan berbuih karena dampak perusakan oleh radikal bebas dan zat yang
mengotori darah. Darah rusak yang terlihat dari hasil pembekaman adalah darah
yang mengandung sisa metabolisme yang menyumbat peredaran darah. Darah rusak
cendrung mengakibatkan sistem peredaran darah dalam tubuh tidak berjalan lancar.
Akibat penumpukan darah rusak maka kesehatan seseorang datap terganggu, baik
secara fisik maupun mental. Sementara itu racun dapat mengotori darah melalui
empat pintu :
Pertama, melalui
makanan yang mengandung pestisida, insektisida, fungisida, zat pewarna,
penyedap makanan, hormon dan logam berat. Kedua,
yaitu melalui minuman, seperti zat pewarna, zat aroma esens, logam berat, baha
kimia dan lain-lain. Ketiga, melalui
pernapasan, seperti asap kendaraan, asap pabrik, asap rokok dan sebagainya. Keempat, melalui obat-obatan yang
berupa antibiotik, analgesik, antipiretik dan sebagainya.
Racun
yang masuk melalui empat pintu ke dalam tubuh manusia kemudian merusak darah,
lalu darah menumpuk dibawah kulit. Jika darah rusak tersebut tidak dikeluarkan,
maka tubuh akan melemah dan terserang penyakit. Uniknya, hasil penelitian
menunjukkan bahwa bekam ternyata hanya mengambil bagian darah yang rusak saja,
sedangkan darah bersih, sel darah putih dan zat-zat penting lainnya tidak ikut
terusik. Selain itu berdasarkan penelitian, bekam meningkatkan kelenturan sel
darah merah dan mempercepat regenerasi eritrosit.
Adapun
mekanisme regenerasi sel eritrosit akibat pembekaman adalah akibat terjadinya
pengeluaran darah dari tubuh kemudian merangsang hepar dan darah untuk
melakukan detoksifikasi dan selanjutnya terjadilah rangsangan pada sumsum
tulang untuk segera menghasilkan sel eritrosit baru. Sel eritrosit yang baru
terbentuk tentunya berada dalam kondisi baik, sehigga akhirnya dapat
menjalankan fungsinya secara optimal mulai dari tingkat sel hingga sistem organ.
Beberapa penelitian terdahulu yang telah menyatakan efektifitas bekam bagi
penderita hipertensi kemudian dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh
Wahyudi Widada, S.Kp, M. Ked yang bekerja sama dengan Puskesmas Sumbersari,
Jember dengan rentang waktu selama 5 bulan.
Adapun
penelitian dilakukan pada sampel penelitian yang telah ditentukan, yaitu
meliputi laki-laki yang berusia antara 40 sampai 60 tahun dan menderita
hipertensi, yaitu tekanan darah antara sistole (140 – 180 mmHg) dan diastole
(90 – 110 mmHg). Sampel juga diharuskan tidak sedang menjalani pengobatan
hipertensi. Sampel telah dipilih kemudian dilakukan pengukuran tekanan darah,
kemudian masing-masing sampel dilakukan pembekaman di tujuh area di punggung
selama 30 menit. Setelah satu jam, populasi sampel diukur kembali tekanan
darahnya dan hasilnya dikalkulasi serta dianalisa melalui metode statistik
dengan uji t-dependen (paired t-test).
Pada
data hasil penelitian tersebut didapat rata-rata tekanan darah sebelum dibekam
150,90/96,83 mmHg dan setelah dibekam menjadi 136,07/90,17 mmHg. Bila mengacu
pada kriteria hipertensi yaitu 140/95 mmHg maka jelaslah tekanan darah baik sistole
maupun diastole menunjukkan perubahan yang bermakna. Oleh karenanya bekam
dianjurkan sebagai pengobatan non farmakologis bagi penderita hipertensi.
Disarankan
juga bagi penderita hipertensi untuk melakukan olah raga seperti berjalan kaki
atau berjalan cepat, mengapa? Olah raga diketahui dapat memanipulasi pelepasan
endorphin. Sementara endorphin dapat berfungsi untuk memblok rasa sakit yang
tidak perlu. Selain itu telah terbukti bahwa olah raga dapat memperbaiki
sirkulasi, melemaskan otot-otot dan memudahkan tidur nyenyak. Dengan demikian,
tubuh menjadi resisten terhadap rasa sakit, serta mampu bertahan dari kelelahan
dan sakit kepala yang disebabkan ketegangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar